Minggu, Desember 07, 2008

Lir ilir dan filosofi kehidupan

k2aLir-ilir, lir-ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…

Tembang ilir-ilir menika tembang dolanan laré-laré alit jaman kawuri lan miturut criyosipun simbah-simbah ingkang nganggit inggih punika kanjeng Sunan Kalijaga. tembang menika ngandhut falsafah agami ingkang lebet, ingkang maringi pepadhang dumateng bebrayan agung ing tanah jawi kala semanten, amrih sageta ngugemi dhawuhipun Gusti ingkang Maha Welas Asih marang sedaten umatipun.

sebuah syair jawa yang sudah begitu akrab di telinga kita .. bahkan karena saking seringnya, kita udah apal dengan sendirinya. Namun, apakah anda tahu makna dari syair jawa yang dilantunkan pertama oleh Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga … (tapi ada yang juga mengatakan Sunan Bonang).

Sungguh tersirat makna yang dalam syair pendek di atas …berikut makna syairnya …

Lir-ilir, lir-ilir tandure wis sumilir

“Bangulah-bangunlah, tanamnya telah bersemi

Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Karena bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.

Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar

“Bagaikan warna hijau yang menyejukkan, bagaikan sepasang pengantin baru”

Hijau adalah warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya.

Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi

Anak gembala, anak gembala, tolong panjatkan pohon belimbing itu

Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh Sunan untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.

Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro

Biarpun licin, tetaplah memanjatnya, untuk mencuci kain dodot mu

Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara / saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan memerintahkan orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa

Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir

Kain dodotmu, kain dodotmu, telah rusak dan robek”

Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.

Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore

Jahitlah, tisiklah untuk menghadap (Gustimu) nanti sore

Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja. Disini Sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.

Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane

Selagi rembulan masih purnama, selagi tempat masih luas dan lapang

Selagi masih banyak waktu, selagi masih lapang kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu.

Yo surako… surak hiyo…

Ya, bersoraklah, berteriak-lah IYA

Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira.

Demikianlah petuah dari Sunan lima abad yang lalu, yang sampai saat ini pun masih tetap terasa relevansinya. Semoga petuah dari salah seorang waliyullah kenamaan ini membuat kita semakin bersemangat dalam menjalankan ibadah kita.

Tidak ada komentar: